Pengertian Yurisprudensi Menurut Para Ahli (Pembahasan Lengkap)
Seiring berjalannya waktu kita sudah memasuki era informasi, dimana kita bisa dengan mudah mendapatkan semua informasi yang kita butuhkan melalui internet. Tak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut pula yang "mengilhami" kami untuk membuat sebuah wadah guna menampung berbagai informasi yang kami anggap penting terutama untuk para siswa yang saat ini menjalani proses belajar mengajar secara online serta untuk umum. Maka terbentuklah situs Pembahasan Lengkap.
Penjelasan Lengkap Pengertian Yurisprudensi Menurut Para Ahli
Selamat datang di Dosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Yurisprudensi? Mungkin anda pernah mendengar kata Yurisprudensi? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, pengertian menurut para ahli, sejarah, sumber, kriteria, macam, hukum, asas, makna dan manfaat. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.
Pengertian Yurisprudensi
Yurisprudensi merupakan keputusan-keputusan dari hakim sebelumnya untuk menjumpai suatu kasus yang tidak tertata di dalam Undang-Undang dan dijadikan sebagai kaidah bagi para hakim yang lain untuk mengakhiri suatu kasus secara sama.
Pengertian Yurisprudensi Menurut Para Ahli
Berikut ini terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai yurisprudensi, yakni sebagai berikut:
1. Menurut Kansil
Menurut pendapat dari Kansil, yurisprudensi ialah keputusan hakim sebelumnya yang sering disertai dan dijadikan umum keputusan oleh hakim lalu tentang masalah yang sama.
2. Menurut Sudikno Mertokusumo
Menurut pendapat dari Sudikno Mertokusumo, yurisprudensi ialah pengoperasian hukum dalam kondisi jelas yang berlangsungnya kehendak hak yang dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta terbuka dari dampak apa dan siapa pun denga cara menyampaikan putusan yang bersifat menuntut dan berpengaruh.
3. Menurut Sudargo Gautama
Menurut pendapat dari Sudargo Guatama, yurisprudensi ialah kaidah hukum yang dibentuk dan dipertahankan pengadilan, dalam kondisi pengambilan suatu hasil oleh Mahkamah Agung atas suatu yang belum kongkrit pengelolaan, yang sudah memiliki ketahanan hukum tetap, disertai oleh hakim bawahan, yang disusun secara sistematis.
4. Menurut A. Ridwan Halim
Menurut pendapat dari A. Ridwan Halim, yurisprudensi ialah suatu hasil hakim atas suatu kasus yang belum ada pengelolaannya dalam Undang-Undang yang untuk seterusnya menjadi petunjuk bagi hakim-hakim lainnya yang mengadili perkara-perkara yang sama.
5. Menurut Mahkamah Agung
Menurut pendapat dari Mahkamah Agung, yurisprudensi ialah hasil dari majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung Indonesia yang sudah mempunyai ketahanan hukum tetap yang mengandung aturan hukum yang diberlakukan dalam mengontrol dan memutus kasus dalam lingkup Peradilan Pidana, Perdaya, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga yang derajat.
6. Menurut Wikipedia
Menurut pendapat dari Wikipedia, yurisprudensi ialah ide dan kaidah dari hukum.
7. Menurut KBBI
Menurut pendapat dari KBBI, yurisprudensi ialah aturan hukum yang melewati peradilan dan gabungan dari hasil hakim.
8. Menurut Yan Paramdya Puspa
Menurut pendapat dari Yan Paramdya Puspa, yurisprudensi ialah gabungan hasil Makhkamah Agung yang beraneka hukuman beberapa dari berbagai macam kasus yang menurut dari keputusan kebijaksanaan di setiap hakim sendiri yang lalu dipercayai oleh para hakim lainnya untuk menentukan kasus yang sama.
9. Menurut Topo Santoso
Menurut pendapat dari Topo Santoso, yurisprudensi ialah tidak sama dengan Undang-Undang, karena yurisprudensi mempunyai berisi kasidah khusus yang mempunyai sifat seseorang dalam perkara tertentu, sementara dalam undang-undang sifatnya publik.
10. Menurut Muladi
Menurut pendapat dari Muladi, yurisprudensi ialah gabungan hasil hakim yang dianggap sebagai sumber hukum yang bisa digunakan sebagai narasumber oleh hakim dalam memutuskan kasus yang sama.
11. Menurut Undang-Undang
Menurut pendapat dari Undang-undang, yurisprudensi ialah salah satu sumber hukum yang disamping undang-undang, perjanjian, dokrin dan hukum adat.
12. Menurut Denny Indrayana
Menurut pendapat dari Denny Indrayana, yurisprudensi tidak sama dengan undang-undang baik dari ketentuan hukum positif maupun doktrin.
13. Menurut Philipus M. Hadjin
Menurut pendapat dari Philipus M. Hadjin, yurisprudensi ialah produk kewenangan legislasi DPR dengan karakter yuridis yang bersifat abstrak umum, sedangkan dlam Putusan Mahkamah Agung yang berada dalam ranah yudicial decision yang memiliki sifat yang konkrit-individual, maka dalam undang-undang tidak dapat disamakan dengan putusan Mahkamah Agung.
14. Menurut Prof. Subekti
Menurut pendapat dari Prof. Subekti, yurisprudensi ialah putusan-putusan Hakim atau Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang sudah berkekuatan hukum tetap.
15. Menurut Soehino
Menurut pendapat dari Soehino, suatu keputusan Mahkamah Agung dapat disebut Yurisprudensi, saat putusan Mahkamah Agung tersebut mengenai suatu materi yang telah dirunut, dipakai sebagai acun dalam keputusan Mahkamah Agung mengenai materi yang sama yang paling sedikit 5 keputusan Mahkamah Agung.
Sejarah Yurisprudensi
Istilah Yurisprudensi lama dikenal dalam studi hukum. Khusus untuk studi hukum di Indonesia istilah tersebut tidak saja dikenal di kalangan perguruan tinggi umum tetapi juga Perguruan Tinggi Agama ( baca : Islam ). Istilah tersebut menjadi masalah yang terus relevan dilakukan kajian ketika bersentuan dengan praktik peradilan. Mengapa, sebab terkesan tidak ada kejelasan daan ketegsan dalam praktik pengadilan. Misalnya, apakah para hakim harus memedomani yurisprudensi atau tidak. Hal ini lebih mengusik kita ketika seorang mengaitkannya dengan salah satu tujuan hukum, yaitu adanya kepastian hukum. Dalam suatu pidato pengukuhan sebagai guru besar, Prof. Mr. Oen Hock telah menguraikan secara mendalam dan ilmiyah tentang kedudukan Yurisprudensi sebagaai sumber hukum dengan mengacu kepada pendapat para sarjana dan Penulis Belanda, Perancis, Inggris, dan lain negara yang menerima Yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum. ( Lotulung, 1995 : 174 ).
Alasan beliau, sebagaimana diungkap oleh Setiawan ( 1995 : 93 ) mengapa yurisprudensi dianggap sebagai salah satu sumber hukum adalah karena ketika melakukan tugasnya Hakim diperkenankan untuk menciptkan hukum. Menurutnya, sebagai akibatnya di samping hukum yang terdapat dalam undang-undang, terdapat pula hukum Hakim ( rechtersrecht ) yang biasa dikenal dengan yurisprudensi. Pada saat yang sama seorang Hakim dalam menjalankan tugasnya juga harus mandiri. Keyakinannya tentang kebenaran yang ditemukan dari penilaian sebuah fakta dalam persidangan tidak boleh dipengaruhi dan dikte oleh siapapun. Kalimat “Demi Keadilan Berdasarakan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang tertulis dalam setiap kepala putusan hakim mengisayaratkan, bahwa keptusan yang diambil, di samping cermin hasil pergolakan hati nuraninya, lebih dari, itu menjadi bukti bahwa kayakinannya tentang kebenaran yang diambil menjadi sebuah putusan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber Hukum Yurisprudensi
Salah satu yang menjadi pembahasan dalam studi ilmu hukum adalah mengenai sumber hukum. Sumber hukum adalah segala seuatu yang menimbulkan atau melahirkan hukum atau asal mulanya hukum. ( Ibid, 46 ) Selanjutnya, sumber hukum menurut Kansil ( 1993 : 14 ) dapat dilihat dari segi materiil dan segi formil.
Sumber hukum formil antara lain adalah ( Ibid, 15 ) :
- Undang-undang ( statute )
- Kebiasaan ( custom )
- Keputusan-keputusan hakim ( yurisprudensi )
- Traktat ( treaty )
Dari uraian tersebut diperoleh pengertian bahwa yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum. Sebagai salah satu sumber hukum, yurisprudensi dapat dimanfaatkan oleh :
- Hakim-hakim lainnya dalam mengadili perkara yang sama;
- Pembentukan peraturan perundang-undangan dalam membentuk atau menciptakan hukum tertulis ( Undang-undang );
- Pemerintah;
- Dunia ilmu pengetahuan ( pendidikan hukum ).
- Masyarakat luas.
Kriteria Yurisprudensi
Sebagaimana disampaikan di muka bahwa yurisprudensi adalah putusan pengadilan. Akan tetapi apakah semua putusan pengadilan dapat disebut yurisprudensi. Achmad Ali ( Ibid, 136 ) membedakan yurisprudensi ke dalam 2 macam :
1. Yuriprudensi ( biasa ) yaitu seluruh putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan pasti( in kracht van gewijsde ), yang terdiri dari :
- Putusan perdamaian ( dalam perkara perdata )
- Putusan pengadilan negeri ( agama ) yang tidak dibanding,
- Putusan pengadilan tinggi ( agama ) yang tidak dikasasi
- Seluruh putusan Mahkamah Agung.
2. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie ), yaitu putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim dalam perkara sejenis.
Dengan demikian menurut Achmad Ali, semua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap bisa disebut yurisprudensi, tidak peduli apakah putusan tersebut putusan peradilan tingkat pertama, putusan peradilan banding, atau putusan hakim kasasi. Juga tidak dibedakan apakah putusan itu diikuti oleh hakim-hakim berikutnya atau tidak ketika menghadapi perkara serupa.
Akan tetapi, menurut laporan hasil penelitian para Sarjana Hukum ( 1995 : 147 )dengan mengambil responden seluruh Hakim Pengadilan Negeri se wilayah Pengadilan Tinggi Jakarta tidak semua putusan dapat disebut sebagai yurisprudensi. Suatu putusan Hakim dapat disebut sebagai yurisprudensi apabila keputusan itu sekurang-kurangnya memiliki 5 unsur, yaitu :
- Keputusan atas sesuatu yang belum jelas pengaturannya;
- Keputusan tersebut harus sudah merupakan keputusan tetap;
3. Telah berulang kali diputus dengan keputusan dan dalam kasus yang sama,
4. Memenuhi rasa keadilan,
5. Keputusan itu dibenarkan oleh Mahkamah Agung.
Akan tetapi dengan melihat pengertian yurisprudensi yang terdapat dalam praktik sebagaimana dikemukakan di muka, diperoleh gambaran cakupan yurisprudensi di satu sisi lebih sempit, yaitu hanya putusan Mahkamah Agung RI. Di sisi lain, luas yaitu semua putusan Mahkamah Agung tanpa melihat apakah mengenai putusan mengenai sesuatu yang belum jelas pengaturanny, atau apakah itu putusan itu dijadikan alat memutus perkara yang sama oleh hakim berikutnya, atau apakah memenuhi rasa keadilan atau tidak.
Macam-Macam Yurisprudensi
Terdapat beberapa macam yurisprudensi, macam macam yurisprudensi tersebut sebagai berikut:
-
Yurisprudensi Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang terjadi oleh karena rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan untuk memutuskan suatu perkara.
-
Yurisprudensi Tidak Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari hakim terdahulu yang tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.
-
Yurisprudensi Semi Yuridis
Pengertian Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua penetapan pengadilan yang didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon. Contohnya : Penetapan status anak.
-
Yurisprudensi Administratif
Pengertian Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup pengadilan.
Hukum Adat dalam Yurisprudensi
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadlian berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia (pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004). Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (pasal 5). Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (pasal 16 ayat 1). Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 25 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 2005). Hakim mengadili berdasarkan undang-undang, tetapi hakim bukan corong undang-undang. Hakim harus mengikuti, memahami hukum dan keadilan yang hidup di masyarakat, apakah itu hukum kebiasaan/hukum adat/atau hukum tidak tertulis.
Secara sosiologis, hukum tidak tertulis senantiasa akan hidup terus dalam masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, Rehngena Purba seorang Hakim Agung, mencatat asumsi-asumsi sebagai berikut:
- Hukum tidak tertulis pasti ada karena hukum tertulis tidak akan mungkin mengatur semua kebutuhan masyarakat yang perlu diatur dengan hukum.
- Pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan sosial yang cepat peranan hukum tidak tertulis lebih menonjol dari hukum tertulis.
- Yang menjadi masalah adalah mana yang merupakan hukum tidak tertulis yang dianggap adil.
- Untuk menjamin kepastian hukum memang perlu sebanyak mungkin menyusun hukum tertulis. Ini bukan berarti bahwa keadaannya pasti demikian sebab dalam bidang kehidupan yang bersifat publik, maka hukum tertulis terutama dibuat untuk mencegak kesewenang-wenangan penguasa.
Hakim atau pengadilan adalah aparatur negara yang mengetrapkan hukum. Hukum yang berlaku disuatu negara dikenal melalui keputusan-keputusan hakim. Karena mengetrapkan hukum yang berlaku itu bukan silogisme dan seringkali hukum yang tepat dan adil itu harus dicari, maka hukum yang berlaku, sekalipun itu tidak terdapat dalam Undang-undang maupun kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali mengikuti dan memahami nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (pasal 28 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004). Dalam masyarakat yang mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu ia harus terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Menurut ilmu hukum dan filsafat hukum, maka usaha pembaharuan hukum dapat dikatakan bahwa Negara Republik Indonesia dalam kebijaksanaan pembinaan hukumnya menganut teori gabungan dari apa yang dikenal sebagai aliran sociological jurisprudence dan pragmatic jurisprudence. Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat. Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Sedangkan aliran pragmatic jurisprudence adalah menghendaki bahwa dalam pembaharuan hukum itu disamping memperhatikan keadaan hukum nyata, berpegangan juga pada suatu ide tentang hukum ideal. Jika dihubungkan dengan fungsi hukum, maka dalam pembaharuan hukum fungsi hukum dapat dibedakan atas dua macam yakni sebgai sosial kontrol yaitu sebagai alat social engineering yakni alat untuk melakukan perubahan/perombakan masyarakat. Paham pertama adalah paham Carl Freidrich Von Savigny yang terkenal dengan konsepsinya bahwa: Das Recht Wird bicht gemacht, es und wirdn nit volke, yaitu bahwa hukum itu tidak dibuat-buat melainkan ia ada dan tumbuh bersama dengan rakyat. Paham yang kedua dikembangkan oleh Roscoe Pound dari aliran American Legal Realism yang terkenal dengan konsepsinya “law as a tool of engineering”. Hukum adat itu baru mempunyai nilai hukum bilamana ia dilahirkan melalui yurisprudensi karena adanya penetapan tersebut maka kaidah adat memperoleh sanksi hukum untuk dapat dipertahankan melalui pengadilan sebagaimana pendapat Soepomo yang memberikan pengertian bahwa hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim.
Kedudukan hukum adat dalam yurisprudensi tidak dapat kita temui adanya ketentuan yang tegas oleh karena yurisprudensi di lapangan hukum adat telah merupakan dan membimbing perkembangan hukum adat sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam keputusan mengenai hukum adat dalam putusan hakim disebutkan:
- Hendaklah hukum adat kekeluargaan dan kewarisan lebih dikembangan kearah hukum yang bersifat bilateral/parental memberikan kedudukan yang sederajat antara pria dan wanita.
- Dalam rangka pembinaan hukum perdata nasional, hendaklah diadakan publikasi yurisprusdensi yang teratur dan tersebar luas.
- Dalam hal terdapat pertentangan antara perundang-undang dan hukum adat hendaknya hakim memutuskan berdasarkan undang-undang bijaksana.
- Demi terbinanya hukum perdata nasional yang sesuai dengan politik hukum negara kita, diperlukan hakim-hakim yang berorientasi kepada pembinaan hukum.
- Perdamaian dan kedamaian adalah tujuan tiap masyarakat karena itu tiap sengketa hukum hendaklah diusahakan didamaikan.
Pembidangan dari hukum adat itu sendiri. Menurut BPHN pembidangan hukum adat adalah:
- Hukum adat tentang organisasi/persekutuan hukum
- Hukum tentang pribadi/orang
- Hukum kekerabatan/keluarga
- Hukum perkawinan
- Hukum Waris
- Hukum Tanah
- Hukum Perhutangan
- Hukum Tentang Delik.
Mahkamah Agung baru mempunyai kekuasaan dalam pemutusan suatu perkara apabila ada permohonan pemeriksaan kasasi dalam suatu perkara tersebut. Putusan Mahkamah Agung tersebut bilama diikuti dan dipedomani oleh putusan dalam perkara yang sama, maka putusan tersebut akan dijadikan yurisprudensi. Dalam kajian teori, yurisprudensi bertujuan to settled law Standart yakni untuk menetapkan standar hukum yang sama mengenai perkara yang sama. Perwujudan Law Standart melalui yurisprudensi diharapkan dapat menciptakan suasana “Unified legal opinion (persepsi hukum yang sama) diantara seluruh Pengadilan dan para Hakim dalam penyelesaian perkara yang sama”.
Terciptanya suasana Unified legal opinion dalam kehidupan praktek peradilan, menjadi landasan terbinanya kepastian penegakan hukum. Hal ini disebabkan dengan adanya standar hukum yang diterangkan dalam putusan-putusan pengadilan mengenai kasus yang sama, akan terhindar dari putusan-putusan yang berdisparitas antara yang satu dengan yang lain. Dengan demikian yurisprudensi berbakat standar hukum sangat berperan untuk menegakkan kepastian hukum dalam kehidupan masayarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba Rehngena, diperoleh gambaran putusan Mahkamah Agung yang berhubungan dengan Hukum Adat atau hukum yang hidup di masyarakat sebagai berikut:
- Dewasa
- Perwalian
- Hak Waris Anak
- Kedudukan Harta Pencaharian Bersama
- Anak Angkat
- Pemilikan Atas Tanah
- Hak Komunal/Hak Ulayat
- Hak Numpang/Hak Pengabdian
- Asas Pemisahan Horizontal
- Peralihan Hak
- Hibah
- Gadai Tanah
- Lembaga Kadaluwarsa
- Penyelesaian Sengketa
- Hukum Adat Lokal
- Perbuatan Melawan Hukum.
Asas-Asas Yurisprudensi
Di dalam yurisprudensi terdapat dua asas yang mempengaruhi seseorang hakim itu mengikuti hakim yang terdahulu atau tidak. Asas-asas itu terdiri dari :
-
Asas presedent
Asas ini bermakna bahwa seseorang hakim terikat oleh hakim lain, baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi. Dengan perkataan lain , seseorang hakim lain dalam memutuskan perkaranya tidak boleh menyimpang dari hakim yang lain, baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi. Asas precedent dianut di negara Amerika Serikat, Inggris, dan Afrika Selatan. Asas presedent atau dapat juga disebut sebagai stare dicisie adalah suatu lemabaga peradilan yang lebih dikenal di negara anglo saxon atau negara common law system. Sejumlah besar putusan yang dibuat hakim merupakan putusan yang tidak tertulis sebagaimana undang-undang hasil sejumlah putusan pengadilan ini dihumpun dalam sejumlah besar laporan hukum yang disusun sejak akhir abad ke-13 kondisi ini dimungkinkan oleh sebab arti harfiah dari stare decisius adalah “berhenti pada atau mengikuti putusan-putusan”. dengan kata lain putusan yang diberikan pengadilan merupakan putusan ikutan atau putusan pengadilan yang terdahulu.
-
Asas bebas
Asas ini bermakna bahwa seorang hakim tidak terikat oleh putusan hakim lain, baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi. Perkataan tidak terikat disini diartikan bahwa seorang hakim, dalam memutuskan suatu perkara, boleh mengikuti putusan hakim terdahulu, baik yang sederajat atau yang lebih tinggi, boleh juga tidak mengikuti. Asas bebas ini dianut oleh negara-negara eropa kontinental atau civil law system seperti Belanda, Perancis dan Indonesia.
Makna Penting Yurisprudensi sebagai Sumber Hukum
Penting atau tidaknya yurisprudensi sebagai sumber hukum dikaitkan dengan pikiran-pikiran atau aliran-aliran tentang tugas seorang hakim. Menurut aliran Legalisme, yurisprudensi dianggap tidak atau kurang penting, sebab satu-satunya hukum adalah undang-undang. Dengan demikian praktik pekerjaan hakim hanyalah pelaksana undang-undang. Menurut aliran freie rechtsbewegung, yurisprudensi dianggap mempunyai makna yang sangat penting, aliran ini berangapan bahwa dalam melaknsakan tugasnya, seorang hakim bebas apakah ia akan menurut atau tidak menurut undang-undang, memahami yurisprudensi hal yang primer sementara ,e,ahami undang-undang merupakan hal sekunder. Menurut aliran rechtsvinding, disamping memiliki keterikatan kepada undang-undang seorang hakim juga memiliki kebebasan untuk menemukan hukum (rechtsvinding). Aliran ini merupakan jalan tengah antara aliran legalisme dan freie rechtsbewegung.
Manfaat Yurisprudensi
Berikut ini adalah beberapa manfaat yurisprudensi yaitu:
- Sebagai pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan perkara yang sama
- Membantu Membentuk Hukum Tertulis
- Pengetahuan untuk sekolah
Demikian Penjelasan Materi Tentang Pengertian Yurisprudensi: Pengertian, Pengertian Menurut Para Ahli, Sejarah, Sumber, Kriteria, Macam, Hukum, Asas, Makna dan Manfaat Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.
The post Pengertian Yurisprudensi Menurut Para Ahli first appeared on PAKDOSEN.CO.ID.
ARTIKEL PILIHAN PEMBACA :
Comments
Post a Comment